Genre: Teens
Author: Arul Khan
Judul Buku : The Graffiti Lover
Penulis : Arul Khan
Tebal Buku : 168 hlm, 18 cm
Penerbit : PT Syaamil Cipta Media, Bandung, 2005
PENDAHULUAN
Latar Belakang (Pemilihan Novel Laporan)
Saya memilih meresensi novel ini adalah karena temanya yang sesuai dengan kehidupan remaja saat ini, bahasanya yang mudah sekali dipahami, ceritanya yang diambil dari kisah nyata sehingga menimbulkan kesan kita juga mengikuti cerita dan konflik didalamnya, novel ini bercerita tentang persahabatan antara para pembuat graffiti (seni membuat tulisan di tembok).
RINGKASAN NOVEL
Novel ini berjudul "The Graffiti Lover", Sebuah novel yang bercerita tentang mengenai kehidupan para pembuat seni tulisan di tembok (Graffiti Maker) dan juga kisah persahabatan diantaranya.
Pernah lihat grafiti? Itu lho, tulisan-tulisan yang sering nangkring di 
tembok-tembok yang dijumpai saat kita lewat jembatan layang atau 
terowongan jalan. Corat-coret ga jelas, merusak keindahan kota? Eits, 
tunggu dulu. Grafiti itu bukan sembarang corat-coret tembok, namun 
merupakan tulisan-tulisan yang dibuat secara artistik, unik, kadang 
dilengkapi dengan gambar dari aerosol (cat semprot), dibuat dengan 
perencanaan yang matang dengan memperhatikan kombinasi pewarnaan yang 
semenarik dan seindah mungkin. Pembuat grafiti ini disebut ‘bomber’. 
Bagi para bomber, grafiti ini justru merupakan salah satu bentuk seni 
yang memperindah kota! Grafiti juga bisa dijadikan sebagai sarana para 
bomber untuk menyuarakan kepedulian mereka akan lingkungan atau realita 
yang terjadi di negeri ini.
Meskipun para bomber bebas menuangkan kreasi mereka, namun diantara 
sesama bomber tetap ada kode etik yang harus dipatuhi. Yang terpenting 
dari kode etik tersebut adalah: sesama bomber dilarang merusak apalagi 
menimpa grafiti yang dikerjakan oleh bomber lain. Dan masalah inilah 
yang mengawali novel ringan yang berkisah tentang para bomber ini.
Brantac, nama bomber di Jakarta yang beranggotakan Anjas, Didit, 
Chandra, Ipung, Gege dan Roni, mendapati grafiti mereka ditimpa oleh 
bomber lain yang tak dikenal. Tentu saja mereka kesal, marah dan 
penasaran terhadap bomber pembuat masalah itu. Apalagi ternyata bukan 
hanya Brantac saja yang mengalami hal ini. Bomber tak dikenal itu juga 
sempat menimpa grafiti yang dibuat oleh beberapa bomber lainnya.
Api perseteruan mulai tersulut. Puncaknya, terjadi perkelahian di malam 
saat Anjas dan Roni tanpa sengaja memergoki bomber amatir pengacau itu 
yang tengah menimpa grafiti milik kelompoknya. Akibatnya, mereka berdua 
harus bergelut dengan takdir di meja operasi. Nyawa mereka di ujung 
tanduk. Padahal saat itu Anjas tengah menghitung hari “H” pernikahannya.
 Dan Roni, anggota Brantac termuda yang masih SMA itu kondisinya lebih 
kritis, masuk ICU. Entah dari mana biaya perawatannya harus ditebus. 
Kasihan emak dan adiknya.
Jelas saja anggota Brantac yang lain semakin geram. Mereka berusaha 
mencari jejak penganiaya Anjas dan Roni. Mereka juga sangat gelisah dan 
cemas dengan keadaan kedua kawan mereka itu. Saat itu mereka telah 
mendaftar kompetisi grafiti se-Indonesia yang digelar di Bandung. 
Gara-gara insiden tersebut, mereka berangkat ke Bandung tanpa Anjas dan 
Roni. Gara-gara itu juga, mereka hanya bisa mengikuti satu kelompok, 
padahal awalnya mereka sudah mendaftar untuk dua kelompok, dengan sketsa
 grafiti hasil kreasi Anjas dan Roni. Mereka bertekad untuk memenangkan 
hadiah utama kompetisi ini, uang 5 juta rupiah. Mereka harus jadi juara 
pertama! Harus! Mereka butuh uang itu untuk membantu menebus biaya 
perawatan Roni.
Berhasilkah mereka menjadi juara pertama?
Yang jelas, disinilah solidaritas dan keajaiban pertemanan diantara 
Graffiti Lovers dapat kamu temui. Benar-benar menggugah dan mengharukan.
 Selama membaca novel ini, memang terasa kental sekali ikatan 
persahabatan yang terjalin diantara para bomber tersebut.
Persahabatan memang merupakan tema utama yang diangkat dalam novel ini. 
Kisahnya sederhana, dituturkan lewat dialog-dialog lepas dengan bahasa 
keseharian yang segar ala anak muda, tanpa banyak narasi. 
Dialog-dialognya juga kocak, ngocol, namun dibalik itu secara halus 
‘menyentil’ kebiasaan-kebiasaan kurang baik yang seolah telah 
‘dimaklumi’. Seperti menertawakan kenaifan sendiri sebagai cermin 
masyarakat, begitu komentar Pipiet Senja. Hanya saja, yang membuat novel
 ini unik, kisah persahabatan yang diangkat adalah di kalangan para 
bomber, membuat kita menengok sejenak ke dunia para bomber, yang mungkin
 bagi sebagian kita tidak pernah membayangkannya.
SUMBER 
KOMENTAR PENULIS 
Saya berpendapat bahwa terkadang kita menganggap bahwa corat-coretan di dinding tersebut tidak memiliki makna sama sekali, malahan dikira hanya mengotori dinding tersebut, namun siapa yang menyangka bahwa terdapat sebuah karya seni didalamnya, di novel ini kita juga menyadari bahwa tidak mudah untuk menjadi pembuat graffiti karena selalu saja bertentangan  dengan orang-orang yang tidak suka dengan segala bentuk corat-coretan di tembok itu sendiri.
KESIMPULAN
Membaca novel ini memberi wawasan baru, atau setidaknya kita dapat 
berkenalan dengan apa itu grafiti dan bagaimana serba-serbi dan proses 
membuatnya dan tidak lagi menganggap bahwa graffiti itu bukanlah sekedar coretan di tembok yang tidak bermakna.
Monday, June 11, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)










0 comments:
Post a Comment
Mohon maaf untuk komentar yang masuk harus terlebih dahulu melalui moderasi untuk menghindari adanya hal-hal yang tidak diinginkan dan juga SPAM..